Kamis, 06 Agustus 2015

UBRUB, KITONG BERJUMPA LAGI



UBRUB, KITONG BERJUMPA LAGI


Awal Oktober saya masih habiskan waktu di Kotaraja sambil menunggu kepastian penempatan oleh Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Keerom yang tak kunjung memberi jawaban pasti. Padahal barang-barang saya sudah dibawa turun ke mess Kotaraja semua. Setiap saya tanyakan kepastian penempatan saya yang baru ke beberapa Pejabat Dinas P dan P Kab. Keerom seakan mereka lempar tanggung jawab ke pihak lain. Padahal keberadaan kami di mess Kotaraja seakan kurang disukai oleh mereka karena dianggap hanya santai-santai tidak jelas. Padahal kenyataannya kami sibuk menyusun laporan bulanan dan menunggu hari raya Idul Adha yang jatuh pada tanggal 5 Oktober 2014. Akhirnya setelah berkonsultasi dengan Bang Andri Hidayat, saya dan Azis disarankan kembali ke Ubrub dan Tri kembali ke Usku sambil menunggu kepastian penempatan dari Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kab. Keerom. Akhirnya hari Senin siang tanggal 6 Oktober 2014 saya berangkat kembali ke Ubrub dengan harus menyewa mobil seharga Rp 2.500.000 karena membawa barang bawaan yang cukup banyak. Tarif tersebut hanya dibagi 4 orang. Padahal uang kami sudah mulai menipis. Beruntung bapak Dani (kepala Dewan Paroki Ubrub) selaku pemilik mobil sangat peduli dengan nasib kami. Beliau langsung menelpon Bendahara Sekolah untuk meminta uang untuk meringankan biaya transportasi kami. Hasilnya Sekolah mau mengeluarkan uang Rp 1.000.000 setelah dipaksa Bapak Dani guna meringankan biaya kami. Sungguh mulia hati Bapak Dani ini yang tak akan saya lupakan. Bapak Dani sendiri merupakan orang kepercayaan Paroki Ubrub yang sudah terkenal kebaikan hatinya oleh masyarakat Ubrub. Maka dari itu beliau dipercaya sebagai Kepala Dewan Paroki Ubrub oleh masyarakat Umuaf.

Gambar 1. Keluarga besar Bapak Kepala Dewan Paroki Ubrub (Pak Dani / Darius)


Pukul 23:40 WIT saya tiba di Ubrub. Doa saya ketika akan turun ke kota akhir bulan lalu pun terkabul. Saya masih bisa menginjakkan kaki kembali di Ubrub. Setibanya di rumah, sudah ada Kepala Sekolah SD YPPK Ubrub yang ternyata telah kembali mengajar seminggu sebelumnya. Saya pun langsung menurunkan barang-barang dari mobil untuk dibawa masuk ke dalam rumah. Setelah perjalan panjang kurang lebih 9 jam dari kota saya pun langsung pergi tidur. Keesokan paginya jam 9 saya langsung kembali mengajar dengan keadaan tubuh yang masih lemas karena perjalanan panjang semalam. Memasuki kelas VI yang saya ampu bulan lalu terlihat beberapa murid terkejut saya kembali mengajar mereka. Karena sebelumnya saya telah berpamitan dengan mereka bahwasannya saya akan dipindah tugaskan ke Arso Timur. Namun saya jelaskan ke murid-murid jika saya masih akan mengajar mereka hingga ada kepastian dari Dinas P dan P Kab. Keerom.
Hari pertama kembali mengajar di Ubrub pun saya sedikit terkejut dengan catatan siswa. Ternyata selama saya tidak mengajar mereka, guru lokal yang menggantikan saya memberikan materi sama persis dengan apa yang tercantum di buku cetak. Padahal murid-murid ini belum fasih dalam dasar-dasarnya. Misalkan mata pelajaran matematika, murid-murid kelas VI yang saya ampu ini bisa dibilang belum bisa mengerjakan perkalian dua bilangan dan pembagian lebih dari dua bilangan. Namun materi yang tercantum di buku cetak ini adalah materi tingkat lanjut seperti mencari FPB dan KPK dari suatu bilangan, mencari hasil dari pangkat tiga, hingga penjumlahan pecahan dengan penyebut yang tidak sama. Tentu murid-murid akan susah payah mempelajari materi yang ada di buku cetak jika tidak mempunyai dasar-dasar yang bagus. Akhirnya saya kembali melakukan penguatan di dasar-dasar pelajaran. Kunci mengajar di pedalaman memang hanya satu, yaitu sabar. Harus berulang kali saya mencoba memberi materi di dasar-dasar namun mereka tidak kunjung bisa. Hanya beberapa murid saja yang saya rasa mengalami kemajuan dalam pembelajaran. Namun hal itu tidak membuat semangat mengajar saya surut. Saya masih mempunyai harapan besar bahwasannya 15 anak kelas VI yang saya bimbing ini kelak bisa menjadi orang-orang hebat yang mampu membawa Papua setara dengan daerah lainnya di Indonesia terutama dalam hal pendidikan dan kesehatan. Karena saya ingat betul petuah dari Bapak saya tercinta bahwa “dua hal di dunia ini yang tidak akan mati dan akan terus dibutuhkan masyarakat hingga kiamat adalah Pendidikan dan Kesehatan”.
Di bulan ini juga saya mencoba bereksperimen dengan metode pembelajaran baru dengan mengajak murid keluar kelas guna melakukan observasi langsung hingga sekedar menghilangkan kejenuhan murid yang notabene lebih senang belajar di luar kelas daripada di dalam kelas. Ide belajar di luar kelas ini saya dapatkan atas usulan saudara saya yang saya hubungi ketika berada di kota dan kebetulan juga  ia mengajar murid SD. Metode ini pun saya rasa sukses mencairkan suasana diantara saya dan murid karena dengan belajar di luar kelas saya bisa lebih dekat dengan murid.

Gambar 2. Siswi kelas VI SD YPPK Ubrub sedang melakukan pengamatan langsung di alam terbuka

Banyak cerita yang saya alami di Ubrub pada bulan Oktober ini. Mulai dari kegiatan gereja yang sedikit mengganggu proses KBM di sekolah, semakin akrabnya saya dengan para tentara di Pos TNI Perbatasan, mencoba makanan-makanan kemasan khas tentara, melihat ekspresi siswa ketika akan suntik imunisasi, hingga insiden perilaku siswa yang kurang menyenangkan kepada saya. Cerita-cerita tersebut akan saya rangkum dan jabarkan di bawah ini.

Kegiatan Paroki yang padat

Gambar 3. Anak-anak Ubrub sedang berlatih tarian tradisional "Loma-Lome"
untuk ditampilkan pada acara SEKAMI se-Dekenat Keerom

 Di akhir bulan lalu sebagian anak-anak SD YPPK Ubrub ditunjuk oleh Pastor Willi guna mengikuti perlombaan Sekami di Arso. Ada beberapa lomba yang diperlombakan, salah satunya adalah perlombaan paduan suara menyanyikan lagu-lagu keagamaan. Belum lagi mereka juga menyiapkan tarian adat guna ditampilkan saat perlombaan kelak. Hingga Kepala Sekolah pun mengambil kebijakan untuk memulangkan murid-murid lebih awal dari biasanya selama persiapan perlombaan Sekami. Belum lagi seminggu terakhir sebelum perlombaan, Paroki memutuskan untuk menambah jam latihan di pagi dan sore hari sehingga mau tidak mau banyak siswa yang lebih memilih tidak mengikuti jam pelajaran di sekolah karena harus berlatih paduan suara di Gereja. Walaupun demikian seharusnya sekolah terutama Kepala Sekolah bisa mengambil kebijakan bahwa murid-murid yang ikut latihan Sekami hadir terlebih dahulu ke sekolah guna presensi dan mengikuti pelajaran sebentar baru setelah itu bisa pergi berlatih paduan suara di Gereja karena jarak sekolah dan gereja hanya 20 meter saja. Saya sebagai relawan guru pun tidak bisa berbuat apa-apa dengan keadaan yang demikian. Yang saya khawatirkan adalah banyaknya murid kelas VI yang menjadi peserta perlombaan akan jauh ketinggalan pelajaran karena selain sudah mendekati Ujian Semester juga harus mempersiapkan untuk UASBN yang tentu materinya sama dengan sekolah di perkotaan. Setelah berlatih cukup lama akhirnya mereka pergi ke Arso selama 4 hari untuk mengikuti perlombaan dan hasilnya tim Sekami Ubrub hanya meraih juara Harapan 1 dari 5 tim yang berlomba. Namun di nomor lomba pembacaan kitab Suci, murid saya yang bernama Lisda Pray mampu meraih juara 1.
Selain sibuk kegiatan perlombaan Sekami, Paroki Ubrub pun disibukan dengan acara perpisahan Pastor Willi yang akan digantikan oleh Pastor baru yaitu Pastor Fellixs karena telah habis masa tugasnya di Ubrub yang telah berjalan 3 tahun. Bahkan seminggu sebelum acara perpisahan tersebut masyarakat telah sibuk membuat tenda dari kayu dan mencari dan membelah kayu bakar yang jumlahnya tidak sedikit.

Sahabat baru dari tanah Jawa
Bulan Oktober ini saya mempunyai sahabat-sahabat baru dari tanah Jawa yaitu para Tentara dari Pos TNI Perbatasan Yonif 515 Jember. Bulan ini saya dan dua teman RGSB yang lain lebih sering berkunjung kesana dan berbincang-bincang dengan para Tentara, menonton televisi dan bermain voly bersama. Seminggu kami bisa berkunjung ke Pos sampai 3 hingga 4 kali dibandingkan bulan lalu yang mungkin hanya seminggu sekali berkunjung ke Pos jika ada Solat Jumat. Hal ini dilakukan karena bulan lalu kami bertiga masih pendatang baru di Ubrub dan masih menjaga jarak dengan para Tentara agar masyarakat tidak terlalu menaruh curiga kepada kami dan menaruh kepercayaan kepada kami bahwasannya kami hanya sebagai guru di Ubrub dan tidak lebih. Sekarang karena kami telah lebih dikenal masyarakat sebagai guru jadi kami lebih leluasa dalam berinteraksi dengan berbagai elemen masyarakat yang ada di Ubrub termasuk para Tentara. Berbagai tingkah laku yang konyol khas Jawa dari beberapa tentara cukup mengobati rasa rindu saya akan tanah kelahiran saya yaitu tanah Jawa. Sekarang saya telah lebih banyak mengenal beberapa nama dari para Tentara, walaupun tidak semuanya berasal dari Jawa namun hal itu semakin menunjukkan betapa kayanya ragam budaya yang ada di Indonesia ini. Sesekali saya juga ditawari untuk makan makanan kemasan ala tentara yang tentu menjadi barang baru bagi masyarakat sipil seperti saya. Diantaranya ada makanan ringan ala tentara yang mereka sebut “ener-tab” semacam pengganjal rasa lapar ketika di medan perang yang rasanya seperti susu fermentasi. Ada lagi T2, yaitu makanan kaleng yang berisi nasi beserta lauknya dan harus dibakar terlebih dahulu sebelum dimakan agar isinya mengembang matang. Walaupun terlihat porsinya sedikit namun ketika dimakan akan sangat mengenyangkan di perut walaupun kita belum menghabiskan semua isinya. Namun kebersamaan dengan para Tentara dari Jember ini mungkin hanya berlangsung sebentar saja karena Akhir November nanti Pos TNI Perbatasan di Ubrub akan digantikan oleh Yonif dari Palembang.

Gambar 4. Bang Sugito atau biasa disapa "Bang Mio"
merupakan sosok humoris yang menjadi "maskot" POS PAMTAS TNI Ubrub dari YONIF 515


Tingkah laku dan ekspresi siswa yang beragam
Pada akhir Oktober beberapa pegawai Puskesmas Ubrub memberitahukan kepada kami bahwa pada tanggal 28 Oktober 2014 dari pihak Puskesmas akan memberikan suntik imunisasi kepada murid kelas I hingga kelas III. Untuk itu kami diminta agar menjaga siswa yang berangkat pada hari itu agar tidak dibiarkan keluar ruangan kelas hingga selesai disuntik imunisasi. Berbagai strategi pun kami siapkan agar siswa tidak keluar ruangan sebelum petugas Puskesmas datang. Mulai dari memberikan soal-soal hingga sering berdiri di pintu kelas demi menjaga siswa tetap di dalam kelas. Pertama-tama petugas Puskesmas menyambangi kelas II, siswa kelas I yang melihat datangnya para petugas pun mulai risau. Ada yang langsung memasukan semua bukunya ke dalam tas hingga berusaha meminta ijin ke toilet namun kami tidak mengabulkannya. Sementara itu siswa kelas II yang telah didata oleh petugas Puskesmas pun berekspresi beragam. Ada yang terlihat gugup, takut, santai saja, hingga ada yang merengek-rengek tidak mau disuntik karena terlalu takut. Padahal siswa itu merupakan siswa laki-laki dan harus dibujuk oleh petugas Kesehatan dan guru lokal agar mau disuntik namun hasilnya nihil. Akhirnya siswa lain yang bernama Bastian bersedia untuk disuntik pertama kali dari semua temannya. Terlihat Bastian sangat santai dan malah tersenyum ketika akan disuntik oleh petugas Puskesmas. Aksi Bastian ini pun mendapat respon positif dari teman-temannya yang lain. Bahkan ketika ditawari siapa yang ingin disuntik setelah Bastian, ada seorang siswa yang mengangkat tangannya. Lucu memang berbagai ekspresi yang ditunjukkan siswa-siswa ini. Mungkin hal ini hanya akan saya temui di Papua.
Masalah insiden kurang menyenangkan yang saya alami dari perilaku siswa akan dijelaskan berikut ini. Tepat satu hari setelah saya beri pujian kepada siswa saya yang menjadi juara satu lomba pembacaan kitab suci di perlombaan Sekami di Arso. Hari itu saya putuskan untuk memberikan penguatan materi pembagian 3 angka karena materi perkalian sudah saya anggap bisa. Setelah saya jelaskan kembali bagaimana cara mengerjakan soal pembagian 3 angka, saya berikan 10 soal pembagian yang harus dikumpulkan siswa setelah jam istirahat. Namun pada jam istirahat saya pergi ke kantor saya coba mngerjakan soal yang saya berikan tadi saya menyadari bahwa ada satu soal yang salah angkanya agar bisa diselesaikan. Untuk itu saya kembali ke kelas guna mengganti soal yang salah tadi. Alangkah terkejutnya saya ketika kembali ke kelas dan melihat papan tulis di bagian bawah ada tulisan yang tertulis seperti ini “ gus ba gus ba terkutuk “. Ketika saya tanyakan kepada semua siswa siapa yang menulis itu semua menjawab bahwa Lisda lah yang menuliskan itu di papan tulis. Hati saya seketika berkecamuk dan penuh tanda tanya. Mengapa anak ini berbuat demikian, padahal baru kemarin saya berikan dia pujian atas prestasinya. Saya pun menanyakan hal ini kepadanya apakah maksud dari perbuatannya ini. Namun Lisda hanya diam membisu sejuta kata. Ingin saya "menyemprot" ia langsung di depan teman-temannya namun masih bisa saya tahan. Akhirnya saya beri ia hukuman dengan memberikan 25 soal matematika yang harus ia kerjakan dan dikumpulkan selang 2 hari berikutnya. Jika ia tidak mengerjakan maka hukuman saya lipat gandakan menjadi 50 soal. Jika ia tidak berangkat akan saya tunggu sampai ia berangkat sekolah. Rasanya saya sudah kehilangan kesabaran atas sikap beberapa siswa kelas VI yang bisa dibilang kurang ajar. Beberapa hari sebelumnya beberapa siswa mengambil kapur di kelas untuk mencorat-coret jembatan kayu di dekat sekolah dan rumah guru hingga hilangnya siswa setelah jam istirahat dan tidak kembali masuk ke kelas padahal saya sudah ajak mereka masuk kelas. Lisda sendiri sebetulnya siswa yang termasuk cerdas. Ia mudah menerima pelajaran yang saya berikan. Namun seringkali ia meremehkan penjelasan saya ketika di depan kelas dengan sibuk mencatat pelajaran lain. Penampilannya pun sedikit berbeda dengan siswa kelas VI yang lain mungkin karena ia anak oarang yang termasuk kaya di Kampung Umuaf. Maklum saja ia merupakan anak dari Sekretaris Desa Umuaf. Namun sikapnya yang meremehkan guru pendatang seperti saya yang tidak bisa saya terima. Hingga laporan ini saya tulis, Lisda belum berangkat sekolah semenjak saya berikan soal hukuman atas kesalahannya.

Gambar 5. Elisda Pray (depan)

Demikian cerita singkat saya selama bulan Oktober di Ubrub. Saya hanya bisa berharap bulan November nanti akan lebih berkesan dari bulan ini dan saya juga berharap untuk tidak dipindahtugaskan ke tempat lain. Karena Ubrub ini telah menjadi rumah saya selama di Papua.


Oktober 2014
Distrik Web, Kabupaten Keerom
Provinsi Papua




BAGUS  DWI  MINARNO