UBRUB, KITONG BERJUMPA LAGI
Awal Oktober saya masih
habiskan waktu di Kotaraja sambil menunggu kepastian penempatan oleh Dinas Pendidikan
dan Pengajaran Kabupaten Keerom yang tak kunjung memberi jawaban pasti. Padahal
barang-barang saya sudah dibawa turun ke mess Kotaraja semua. Setiap saya
tanyakan kepastian penempatan saya yang baru ke beberapa Pejabat Dinas P dan P
Kab. Keerom seakan mereka lempar tanggung jawab ke pihak lain. Padahal
keberadaan kami di mess Kotaraja seakan kurang disukai oleh mereka karena
dianggap hanya santai-santai tidak jelas. Padahal kenyataannya kami sibuk
menyusun laporan bulanan dan menunggu hari raya Idul Adha yang jatuh pada
tanggal 5 Oktober 2014. Akhirnya setelah berkonsultasi dengan Bang Andri
Hidayat, saya dan Azis disarankan kembali ke Ubrub dan Tri kembali ke Usku
sambil menunggu kepastian penempatan dari Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kab.
Keerom. Akhirnya hari Senin siang tanggal 6 Oktober 2014 saya berangkat kembali
ke Ubrub dengan harus menyewa mobil seharga Rp 2.500.000 karena membawa barang
bawaan yang cukup banyak. Tarif tersebut hanya dibagi 4 orang. Padahal uang
kami sudah mulai menipis. Beruntung bapak Dani (kepala Dewan Paroki Ubrub)
selaku pemilik mobil sangat peduli dengan nasib kami. Beliau langsung menelpon
Bendahara Sekolah untuk meminta uang untuk meringankan biaya transportasi kami.
Hasilnya Sekolah mau mengeluarkan uang Rp 1.000.000 setelah dipaksa Bapak Dani
guna meringankan biaya kami. Sungguh mulia hati Bapak Dani ini yang tak akan
saya lupakan. Bapak Dani sendiri merupakan orang kepercayaan Paroki Ubrub yang
sudah terkenal kebaikan hatinya oleh masyarakat Ubrub. Maka dari itu beliau
dipercaya sebagai Kepala Dewan Paroki Ubrub oleh masyarakat Umuaf.
Gambar 1. Keluarga besar Bapak Kepala Dewan Paroki Ubrub (Pak Dani / Darius)
Pukul 23:40 WIT saya tiba di
Ubrub. Doa saya ketika akan turun ke kota akhir bulan lalu pun terkabul. Saya
masih bisa menginjakkan kaki kembali di Ubrub. Setibanya di rumah, sudah ada
Kepala Sekolah SD YPPK Ubrub yang ternyata telah kembali mengajar seminggu
sebelumnya. Saya pun langsung menurunkan barang-barang dari mobil untuk dibawa
masuk ke dalam rumah. Setelah perjalan panjang kurang lebih 9 jam dari kota
saya pun langsung pergi tidur. Keesokan paginya jam 9 saya langsung kembali
mengajar dengan keadaan tubuh yang masih lemas karena perjalanan panjang
semalam. Memasuki kelas VI yang saya ampu bulan lalu terlihat beberapa murid
terkejut saya kembali mengajar mereka. Karena sebelumnya saya telah berpamitan
dengan mereka bahwasannya saya akan dipindah tugaskan ke Arso Timur. Namun saya
jelaskan ke murid-murid jika saya masih akan mengajar mereka hingga ada
kepastian dari Dinas P dan P Kab. Keerom.
Hari pertama kembali
mengajar di Ubrub pun saya sedikit terkejut dengan catatan siswa. Ternyata
selama saya tidak mengajar mereka, guru lokal yang menggantikan saya memberikan
materi sama persis dengan apa yang tercantum di buku cetak. Padahal murid-murid
ini belum fasih dalam dasar-dasarnya. Misalkan mata pelajaran matematika,
murid-murid kelas VI yang saya ampu ini bisa dibilang belum bisa mengerjakan
perkalian dua bilangan dan pembagian lebih dari dua bilangan. Namun materi yang
tercantum di buku cetak ini adalah materi tingkat lanjut seperti mencari FPB
dan KPK dari suatu bilangan, mencari hasil dari pangkat tiga, hingga
penjumlahan pecahan dengan penyebut yang tidak sama. Tentu murid-murid akan susah
payah mempelajari materi yang ada di buku cetak jika tidak mempunyai
dasar-dasar yang bagus. Akhirnya saya kembali melakukan penguatan di
dasar-dasar pelajaran. Kunci mengajar di pedalaman memang hanya satu, yaitu
sabar. Harus berulang kali saya mencoba memberi materi di dasar-dasar namun
mereka tidak kunjung bisa. Hanya beberapa murid saja yang saya rasa mengalami
kemajuan dalam pembelajaran. Namun hal itu tidak membuat semangat mengajar saya
surut. Saya masih mempunyai harapan besar bahwasannya 15 anak kelas VI yang
saya bimbing ini kelak bisa menjadi orang-orang hebat yang mampu membawa Papua
setara dengan daerah lainnya di Indonesia terutama dalam hal pendidikan dan
kesehatan. Karena saya ingat betul petuah dari Bapak saya tercinta bahwa “dua
hal di dunia ini yang tidak akan mati dan akan terus dibutuhkan masyarakat
hingga kiamat adalah Pendidikan dan Kesehatan”.
Di bulan ini juga saya
mencoba bereksperimen dengan metode pembelajaran baru dengan mengajak murid
keluar kelas guna melakukan observasi langsung hingga sekedar menghilangkan
kejenuhan murid yang notabene lebih senang belajar di luar kelas daripada di
dalam kelas. Ide belajar di luar kelas ini saya dapatkan atas usulan saudara
saya yang saya hubungi ketika berada di kota dan kebetulan juga ia mengajar murid SD. Metode ini pun saya
rasa sukses mencairkan suasana diantara saya dan murid karena dengan belajar di
luar kelas saya bisa lebih dekat dengan murid.
Gambar 2. Siswi kelas VI SD YPPK Ubrub sedang melakukan pengamatan langsung di alam terbuka
Banyak cerita yang saya
alami di Ubrub pada bulan Oktober ini. Mulai dari kegiatan gereja yang sedikit
mengganggu proses KBM di sekolah, semakin akrabnya saya dengan para tentara di
Pos TNI Perbatasan, mencoba makanan-makanan kemasan khas tentara, melihat
ekspresi siswa ketika akan suntik imunisasi, hingga insiden perilaku siswa yang
kurang menyenangkan kepada saya. Cerita-cerita tersebut akan saya rangkum dan
jabarkan di bawah ini.
Kegiatan
Paroki yang padat
Gambar 3. Anak-anak Ubrub sedang berlatih tarian tradisional "Loma-Lome"
untuk ditampilkan pada acara SEKAMI se-Dekenat Keerom
Di akhir bulan lalu sebagian anak-anak SD YPPK
Ubrub ditunjuk oleh Pastor Willi guna mengikuti perlombaan Sekami di Arso. Ada beberapa
lomba yang diperlombakan, salah satunya adalah perlombaan paduan suara
menyanyikan lagu-lagu keagamaan. Belum lagi mereka juga menyiapkan tarian adat
guna ditampilkan saat perlombaan kelak. Hingga Kepala Sekolah pun mengambil
kebijakan untuk memulangkan murid-murid lebih awal dari biasanya selama
persiapan perlombaan Sekami. Belum lagi seminggu terakhir sebelum perlombaan,
Paroki memutuskan untuk menambah jam latihan di pagi dan sore hari sehingga mau
tidak mau banyak siswa yang lebih memilih tidak mengikuti jam pelajaran di
sekolah karena harus berlatih paduan suara di Gereja. Walaupun demikian
seharusnya sekolah terutama Kepala Sekolah bisa mengambil kebijakan bahwa
murid-murid yang ikut latihan Sekami hadir terlebih dahulu ke sekolah guna
presensi dan mengikuti pelajaran sebentar baru setelah itu bisa pergi berlatih
paduan suara di Gereja karena jarak sekolah dan gereja hanya 20 meter saja.
Saya sebagai relawan guru pun tidak bisa berbuat apa-apa dengan keadaan yang
demikian. Yang saya khawatirkan adalah banyaknya murid kelas VI yang menjadi
peserta perlombaan akan jauh ketinggalan pelajaran karena selain sudah
mendekati Ujian Semester juga harus mempersiapkan untuk UASBN yang tentu
materinya sama dengan sekolah di perkotaan. Setelah berlatih cukup lama
akhirnya mereka pergi ke Arso selama 4 hari untuk mengikuti perlombaan dan
hasilnya tim Sekami Ubrub hanya meraih juara Harapan 1 dari 5 tim yang
berlomba. Namun di nomor lomba pembacaan kitab Suci, murid saya yang bernama
Lisda Pray mampu meraih juara 1.
Selain sibuk kegiatan
perlombaan Sekami, Paroki Ubrub pun disibukan dengan acara perpisahan Pastor
Willi yang akan digantikan oleh Pastor baru yaitu Pastor Fellixs karena telah
habis masa tugasnya di Ubrub yang telah berjalan 3 tahun. Bahkan seminggu
sebelum acara perpisahan tersebut masyarakat telah sibuk membuat tenda dari
kayu dan mencari dan membelah kayu bakar yang jumlahnya tidak sedikit.
Sahabat
baru dari tanah Jawa
Bulan Oktober ini saya
mempunyai sahabat-sahabat baru dari tanah Jawa yaitu para Tentara dari Pos TNI
Perbatasan Yonif 515 Jember. Bulan ini saya dan dua teman RGSB yang lain lebih
sering berkunjung kesana dan berbincang-bincang dengan para Tentara, menonton
televisi dan bermain voly bersama. Seminggu kami bisa berkunjung ke Pos sampai
3 hingga 4 kali dibandingkan bulan lalu yang mungkin hanya seminggu sekali
berkunjung ke Pos jika ada Solat Jumat. Hal ini dilakukan karena bulan lalu
kami bertiga masih pendatang baru di Ubrub dan masih menjaga jarak dengan para
Tentara agar masyarakat tidak terlalu menaruh curiga kepada kami dan menaruh
kepercayaan kepada kami bahwasannya kami hanya sebagai guru di Ubrub dan tidak
lebih. Sekarang karena kami telah lebih dikenal masyarakat sebagai guru jadi
kami lebih leluasa dalam berinteraksi dengan berbagai elemen masyarakat yang
ada di Ubrub termasuk para Tentara. Berbagai tingkah laku yang konyol khas Jawa
dari beberapa tentara cukup mengobati rasa rindu saya akan tanah kelahiran saya
yaitu tanah Jawa. Sekarang saya telah lebih banyak mengenal beberapa nama dari
para Tentara, walaupun tidak semuanya berasal dari Jawa namun hal itu semakin
menunjukkan betapa kayanya ragam budaya yang ada di Indonesia ini. Sesekali
saya juga ditawari untuk makan makanan kemasan ala tentara yang tentu menjadi
barang baru bagi masyarakat sipil seperti saya. Diantaranya ada makanan ringan
ala tentara yang mereka sebut “ener-tab” semacam pengganjal rasa lapar ketika
di medan perang yang rasanya seperti susu fermentasi. Ada lagi T2, yaitu
makanan kaleng yang berisi nasi beserta lauknya dan harus dibakar terlebih
dahulu sebelum dimakan agar isinya mengembang matang. Walaupun terlihat
porsinya sedikit namun ketika dimakan akan sangat mengenyangkan di perut
walaupun kita belum menghabiskan semua isinya. Namun kebersamaan dengan para
Tentara dari Jember ini mungkin hanya berlangsung sebentar saja karena Akhir
November nanti Pos TNI Perbatasan di Ubrub akan digantikan oleh Yonif dari
Palembang.
Gambar 4. Bang Sugito atau biasa disapa "Bang Mio"
merupakan sosok humoris yang menjadi "maskot" POS PAMTAS TNI Ubrub dari YONIF 515
Tingkah
laku dan ekspresi siswa yang beragam
Pada akhir Oktober beberapa
pegawai Puskesmas Ubrub memberitahukan kepada kami bahwa pada tanggal 28
Oktober 2014 dari pihak Puskesmas akan memberikan suntik imunisasi kepada murid
kelas I hingga kelas III. Untuk itu kami diminta agar menjaga siswa yang
berangkat pada hari itu agar tidak dibiarkan keluar ruangan kelas hingga
selesai disuntik imunisasi. Berbagai strategi pun kami siapkan agar siswa tidak
keluar ruangan sebelum petugas Puskesmas datang. Mulai dari memberikan
soal-soal hingga sering berdiri di pintu kelas demi menjaga siswa tetap di
dalam kelas. Pertama-tama petugas Puskesmas menyambangi kelas II, siswa kelas I
yang melihat datangnya para petugas pun mulai risau. Ada yang langsung
memasukan semua bukunya ke dalam tas hingga berusaha meminta ijin ke toilet
namun kami tidak mengabulkannya. Sementara itu siswa kelas II yang telah didata
oleh petugas Puskesmas pun berekspresi beragam. Ada yang terlihat gugup, takut,
santai saja, hingga ada yang merengek-rengek tidak mau disuntik karena terlalu
takut. Padahal siswa itu merupakan siswa laki-laki dan harus dibujuk oleh
petugas Kesehatan dan guru lokal agar mau disuntik namun hasilnya nihil.
Akhirnya siswa lain yang bernama Bastian bersedia untuk disuntik pertama kali
dari semua temannya. Terlihat Bastian sangat santai dan malah tersenyum ketika
akan disuntik oleh petugas Puskesmas. Aksi Bastian ini pun mendapat respon
positif dari teman-temannya yang lain. Bahkan ketika ditawari siapa yang ingin
disuntik setelah Bastian, ada seorang siswa yang mengangkat tangannya. Lucu
memang berbagai ekspresi yang ditunjukkan siswa-siswa ini. Mungkin hal ini
hanya akan saya temui di Papua.
Masalah insiden kurang
menyenangkan yang saya alami dari perilaku siswa akan dijelaskan berikut ini.
Tepat satu hari setelah saya beri pujian kepada siswa saya yang menjadi juara
satu lomba pembacaan kitab suci di perlombaan Sekami di Arso. Hari itu saya
putuskan untuk memberikan penguatan materi pembagian 3 angka karena materi
perkalian sudah saya anggap bisa. Setelah saya jelaskan kembali bagaimana cara
mengerjakan soal pembagian 3 angka, saya berikan 10 soal pembagian yang harus
dikumpulkan siswa setelah jam istirahat. Namun pada jam istirahat saya pergi ke
kantor saya coba mngerjakan soal yang saya berikan tadi saya menyadari bahwa
ada satu soal yang salah angkanya agar bisa diselesaikan. Untuk itu saya
kembali ke kelas guna mengganti soal yang salah tadi. Alangkah terkejutnya saya
ketika kembali ke kelas dan melihat papan tulis di bagian bawah ada tulisan
yang tertulis seperti ini “ gus ba gus ba terkutuk “. Ketika saya tanyakan
kepada semua siswa siapa yang menulis itu semua menjawab bahwa Lisda lah yang
menuliskan itu di papan tulis. Hati saya seketika berkecamuk dan penuh tanda
tanya. Mengapa anak ini berbuat demikian, padahal baru kemarin saya berikan dia
pujian atas prestasinya. Saya pun menanyakan hal ini kepadanya apakah maksud
dari perbuatannya ini. Namun Lisda hanya diam membisu sejuta kata. Ingin saya "menyemprot" ia langsung di depan teman-temannya namun masih bisa saya tahan.
Akhirnya saya beri ia hukuman dengan memberikan 25 soal matematika yang harus
ia kerjakan dan dikumpulkan selang 2 hari berikutnya. Jika ia tidak mengerjakan
maka hukuman saya lipat gandakan menjadi 50 soal. Jika ia tidak berangkat akan
saya tunggu sampai ia berangkat sekolah. Rasanya saya sudah kehilangan
kesabaran atas sikap beberapa siswa kelas VI yang bisa dibilang kurang ajar.
Beberapa hari sebelumnya beberapa siswa mengambil kapur di kelas untuk
mencorat-coret jembatan kayu di dekat sekolah dan rumah guru hingga hilangnya
siswa setelah jam istirahat dan tidak kembali masuk ke kelas padahal saya sudah
ajak mereka masuk kelas. Lisda sendiri sebetulnya siswa yang termasuk cerdas.
Ia mudah menerima pelajaran yang saya berikan. Namun seringkali ia meremehkan
penjelasan saya ketika di depan kelas dengan sibuk mencatat pelajaran lain.
Penampilannya pun sedikit berbeda dengan siswa kelas VI yang lain mungkin
karena ia anak oarang yang termasuk kaya di Kampung Umuaf. Maklum saja ia
merupakan anak dari Sekretaris Desa Umuaf. Namun sikapnya yang meremehkan guru
pendatang seperti saya yang tidak bisa saya terima. Hingga laporan ini saya
tulis, Lisda belum berangkat sekolah semenjak saya berikan soal hukuman atas
kesalahannya.
Gambar 5. Elisda Pray (depan)
Demikian cerita singkat saya
selama bulan Oktober di Ubrub. Saya hanya bisa berharap bulan November nanti
akan lebih berkesan dari bulan ini dan saya juga berharap untuk tidak
dipindahtugaskan ke tempat lain. Karena Ubrub ini telah menjadi rumah saya
selama di Papua.
Oktober 2014
Distrik Web, Kabupaten Keerom
Provinsi Papua
BAGUS DWI
MINARNO